Senin, 20 Oktober 2014

Suami Otak Kiri Dan Suami Otak Kanan - Episode 82


(NB: Baca Episode serupa, sebelumnya. ini Episode Lanjutan - Dalam Perjalanan Menembus Impian; keliling Dunia)

Berkata Soka: Ibuku pernah bercerita, beliau berkata: Ayahmu (Muhammad bin Soleh) pernah Bercerita:

“Aku sempat mengalami masa – masa kecil yang indah, sampai pada suatu hari, Aku yang masih kecil, tengah bermain bersama adikku di sekitar sungai Zirbad. Tanpa Aku sadari, Aku membiarkan ia berkeliaran sesuka hatinya. Kami pun kehilangan dia, lalu mencarinya dan menemukannya mengambang di tepian sungai, dalam keadaan sudah tidak bernyawa lagi. Jadilah aku ini satu –satunya pihak yang pantas disalahkan. peristiwa itu mengakibatkan kesedihan yang mendalam di hati ibuku, ia sangat menyesal, jatuh sakit dan wafat. Maka, Yang tersisa tinggalah Aku, Rasa bersalahku, dan ayah. Sejak saat itu, sampai hari ini, aku bahkan sudah lupa bagaimana caranya menembakkan gundu dengan baik.”

***

Muhammad (M): (tengah Merapihkan seisi Rumah dengan sangat teliti)

Ayah: (Geram) aMaaAAd!!! Sini kamu!!! (Teriak)

M: (bergegas Menghampiri)

Ayah: (Wajah Sangar+Menunjuk peralatan makan yang baru dicuci) Lihat tuh?!?! piring masih ada sabunnya?! Pakai Otak klo kerja?! NGERTI GAK?! (bentak+menempeleng) Punya anak goblok banget! (meninggalkan muhammad)

M: (Menundukkan kepala+Bisu+Segera memperbaiki kesalahannya)

“Ayah menjulukiku anak pembawa sial dengan mengaitkannya dengan berbagai musibah yang terjadi di keluarga kami. Ia melarangku bergaul dengan Masyarakat, bermain selayaknya anak – anak pada umumnya, bahkan tidak menyekolahkanku. Ketika itu, Seakan – akan aku melihat diriku berada pada sisi lain dari dunia ini, sendiri berteman sunyi, duka berteman lara, dan sedih berteman perih.”

***

“Ahad pagi, Suasana di luar begitu ramai, orang – orang tengah bergegas ke Masjid Jami’ Lembah Kunang – kunang untuk menyambut kedatangan Syaikh Yunus (Ulama kebanggaan Zirbad) yang akan Berkunjung ke Masjid tersebut dan menyampaikan siraman rohaninya. Aku pun tidak luput dari berita tersebut dan sangat berharap bisa kesana, namun bagaimana mungkin? aku sadar bahwa ayah tidak mungkin mengizinkanku, sedangkan masih banyak tugas darinya yang belum aku tuntaskan? Apa boleh buat, Konyolnya, aku pun nekat kabur.”

***

>> Masjid Jami’ Lembah Kunang – kunang

“di Masjid Jami’, Syaikh Yunus yang berwibawa tengah menyampaikan Nasihat tentang 'Buah - buahan'”

M: (duduk di barisan terdepan, Tegap+manis+Khusyuk)

Syaikh: Ilmu yang baik akan membuahkan amal ibadah yang baik, amal ibadah yang baik akan membuahkan AKhlaq yang baik, sebaik – baik Akhlaq adalah berbhakti kepada kedua orang tua. (Diam sejenak) Ingatlah, Agama itu Hidayah! adapun hidayah terbesar bersumber dari kedua orang tua, siapapun yang berbhakti kepada kedua orang tuanya, maka beruntunglah dia, karena tidak ada sejarahnya Para rosul, Ulama dan orang soleh yang durhaka kepada kedua orang tuanya! (menatap muhammad)

M: (JLEB+Tersinggung sekali+merinding)

Syaikh: (Diam sejenak) Siapa diantara kalian yang datang kesini tanpa restu orang tua?

… Hening …

M: (Jiper namun memberanikan diri mengacungkan Telunjuknya) Aku, Wahai Syaikh!

Syaikh: (Senyum+memejamkan Mata) kemarilah Nak (mengisyaratkan dengan jemarinya)

M: (mendekat)

Syaikh: (Berbisik lembut) Wahai Anakku, Ayahmu sudah menunggu di halaman Masjid, temuilah dia, kembalilah kepadanya, berbhaktilah kepadanya dengan sungguh – sungguh! Mudah – mudahan Allah meridhoimu! (Mencium kening Muhammad)

M: (Gemetar mendengar nama sang Ayah+Heran {bagaimana Syaikh bisa tahu?} +mengucap salam dan berpaling meninggalkan syaikh)

“Benarlah apa yang syaikh katakan. Ayah sudah bersiap menungguku di halaman masjid. Akupun ditarik dan digiringnya dengan kasar ke rumah. Lalu, Sesampainya di rumah, ia mencambukku dengan ikat pinggangnya, sesuka hatinya.”

***

“Suatu Siang yang sejuk, di padang rumput yang cukup jauh dari rumah, aku menggembalakan Domba – domba milik Ayah. Suasana siang itu menggiringku terbaring di bawah pohon rindang dan mengantarkanku tidur sangat lelap. Ketika terbangun, aku segera kembali mengawasi Para Domba. Naasnya, kutemukan domba – domba ayahku berkurang satu ekor. Oh, habislah diriku. aku terus mencarinya dengan penuh kecemasan sampai menjelang maghrib, namun hasilnya nihil.”

***

- di teras rumah, mencekam –

Ayah: (menunggu dengan cemas)

M: (datang beserta gerombolan Domba+mengandangi mereka semua)

Ayah: (Berdiri+menghampiri) sore sekali kamu pulang??? darimana saja kamu?

M: (Keringat dingin)

Ayah: (Curiga+segera meneliti Domba - dombanya) kenapa kurang satu??? (bentak!)

M: (Gugup+gemetar+wajah memucat) Maaf Ayah, tadi amad udah cari tapi,

Ayah: (Langsung Menampar) tapi APAA, Hah??

M: (meneteskan air mata) gak ketemu…(suaranya rintih)

Ayah: (mengambil kayu rotan+memukuli tangan dan kaki Muhammad sampai memar+menghinanya habis - habisan) Pantas saja adikmu mati! Ibumu mati! Disuruh jaga binatang saja kamu gak becus!!! (masih memukulinya)

M: (meronta kesakitan dan menangis)

Ayah: Lama – lama ayah bisa mati gara – gara kebodohan kamu!! (menyeret Muhammad dan mengurungnya di dalam gudang)

***

“semalaman aku digudang, penuh memar dan sangat lapar. Paginya, Kudengar canda tawa gerombolan anak yang melangkah menuju Taman Ilmu Al-Qur’an. hatiku sedih dan bertanya, ‘kapankah saatnya aku seperti mereka?’ tak lama kemudian aku pun pingsan. Aku tidak tahu, apa yang terjadi setelah itu.”

***

“SyaikhYunus semoga Allah merahmatinya, Mengunjungi rumah kami…”

Syaikh: Assalaamu ‘alaikum! (melambai tangan+senyum tulus)

Ayah: (Heran) Wa’alaikum Salaam Warahmatullah wabarakaatuh! (berdiri menyambut) Hal apa yang mengantarkan seorang syaikh ke rumahku?

Syaikh: (bersalaman) Firasat yang baik, InsyaAllah.

Ayah: (penasaran) tentang apa?

Syaikh: (duduk setelah dipersilahkan) tentang anakmu, aku berharap, mudah – mudahan ia menjadi penjaga keluarganya dari api neraka dan menjadi pelita bagi negri ini!

Ayah: (tidak mengerti) Tidak, tidak, dia akan selalu seperti ini sampai aku mati!

Syaikh: (senyum sembako) bagaimana jika kita membuat kesepakatan?

Ayah: Tentang apa?

Syaikh: anda adalah peternak Domba, anakmu sibuk menggembala agar supaya domba – dombamu Layak terjual dengan baik kan?

Ayah: lantas?

Syaikh: aku menawarkan diri menjadi pelanggan dombamu! Aku akan membeli dombamu setiap bulan, dengan syarat, aku diizinkan mengajarkan puteramu dalam sebulan delapan kali pertemuan atau seminggu dua kali pertemuan?

Ayah: (Bimbang)

Syaikh: (senyum sumringah) Tenang saja, aku akan membeli sesuai harga yang engkau tawarkan? Dan kami akan membuka majelis di padang rumput, sehingga anakmu tetap bisa mengawasi domba – dombamu? (senyum) bagaimana? Pikirkanlah baik – baik, bukankah penawaran ini menguntungkan anda?

Ayah: (bingung+shock) tapi tindakan anda ini Sangat mengherankan, namun jika itu yang anda mau, hal itu memang sangat menguntungkanku, (berpikir sejenak) Baik, klo begitu, lakukanlah!

“Dalam kegelapan itu, aku mendengar ayah berbincang dengan seseorang, setelah sadar, ternyata diriku sudah terbaring di dalam rumah, diantara ayah dan Syaikh Yunus. Betapa kagetnya diriku, dan bertanya - tanya, Apa yang dilakukan Syaikh disini?”

Syaikh: (Senyum Tulus) Wah kamu sudah sadar, Apa kabarnya Muhammad?

M: (Senyum terheran - heran) Alhamdulillah Syaikh.

Syaikh: (Senyum) InsyaAllah mulai minggu depan, aku akan mengunjungimu dua kali dalam seminggu untuk mengajarkan Ilmu Agama, apakah kamu bersedia?

M: (mengusap mataku berkali – kali {Mimpi / Nyata?}) Benarkah? (Bahagia dalam kebingungan) Oh, Eh, A, Alhamdulillah, Iya, iya...bersedia Syaikh…

***

- Pertemuan pertama –

Syaikh: (senyum) hai Muhammad, bagaimana hapalan Al – Qur’anmu?

M: (dengan kerendahan hati) Aku belajar membaca dan menghapalkan Al – Qur’an dari ibuku, dan berhasil menghapalnya sejak usia Sembilan tahun, kini usiaku sepuluh tahun. namun aku merahasiakannya dari ayah.

Syaikh: (Senyum kagum) Alhamduillah, baiklah, untuk memulai semuanya, kita akan membagi waktu belajar dengan Muroja’ah hapalanmu dan selebihnya akan aku ajarkan dasar dan cabang ilmu bahasa Arab!

M: (polos) syaikh, kenapa kita harus belajar bahasa Arab?

Syaikh: (Senyum) karena Nabi kita orang Arab, Al – Qur’an berbahasa Arab, begitu juga ilmu – ilmu turunannya pun berbahasa arab. Bahasa arab adalah kunci gudang ilmu agama kita! Maka beruntunglah orang yang bisa menguasainya! Mudah - mudahan kita bukan termasuk golongan keledai pembawa kitab!

M: (gak ngerti) siapakah mereka?

Syaikh: (senyum tulus) orang yang menghapal Al – Qur’an, membaca ayat – ayatnya namun tidak memahaminya. AL – Qur’an hanya indah sampai kerongkongannya saja. padahal ilmu agama itu tertuju pada pengamalan. Sedangkan untuk mengamalkannya dengan baik dan benar, seseorang harus memahaminya.

M: (Senyum Riang penuh semangat) Oooh? Aku akan bersungguh – sungguh Syaikh agar Paham!!!

Syaikh: (Senyum tulus) InsyaAllah.

“Belajar Agama adalah momen - momen yang selalu aku impikan. Pertemuan demi pertemuan diantara kami senantiasa istiqomah. Allah memudahkanku untuk menghapal dan memahami banyak matan – matan kitab berbahas arab dari syaikh. hingga Waktu terus bergulir, tanpa kusadari Umurku terus betambah, namun semakin bertambahnya umurku, justru semakin menambah dahagaku terhadap ilmu agama. Kami senantiasa melakukan pertemuan hingga akhirnya Syaikh Wafat dan memberikan Ijazah sanadnya kepadaku. Semoga Allah merahmatinya dan memberikan manfaat kepada kita melalui beliau dan ilmu beliau di dunia dan akhirat. Aamiin.”

***

“Tibalah Saat umurku dua puluh delapan tahun sedangkan aku masih seperti dulu, selalu dalam perintah dan kekuasaan sang ayah yang kini sudah sangat tua. beberapa tahun terakhir ayah mengalami penurunan kondisi tubuh hingga akhirnya mengalami kelumpuhan, ditambah beberapa bagian tubuhnya terjangkit korengan yang sangat gatal dan menyiksanya. di sisi lain, kemarau panjang menghantui Negri Zirbad, sumber ekonomi kami lumpuh sehingga kami hidup dalam kemiskinan yang berkepanjangan.”

Ayah: (terbaring lemah dalam sakitnya) Amaaad?! Cepetan! Ayah gatel nih! Mana obat kulitnya!!! (teriak gelisah)

M: (menghampiri dengan gelisah) obatnya habis ayah, kita gak punya uang lagi...

Ayah: Arrgghh…(Menggeliat, tak kuasa menahan gatal)

M: (berinisiatif, menjilati koreng di sekitar tubuh ayah dengan lidahnya)

Ayah: (cukup terobati+ mulai merasa nyaman kembali)

“begitulah seterusnya, setiap kali ayah merasa gatal, maka kujilati korengnya, ketika itu pula ia merasa terntram kembali. Alhamdulillah”

***

- Senja kelabu, dalam dialog yang hangat –

Ayah: (kondisi ayah Semakin lemah, berbicara terengah - engah) Ammad, benarkah bahwa setiap yang bernyawa pasti mati?

M: (Mengangguk) Iya, benar.

Ayah: (menarik napas) bagaimana menurutmu jika ayahmu mati?

M: (JLEB+Firasat + memperhatikan ayah) kenapa ayah bicara begitu?

Ayah: (memandang ke langit – langit) Hmm, seakan – akan ayah melihat diri ayah di ambang kematian.

M: (air matanya tiba - tiba meleleh)

Ayah: (heran) kenapa kamu bersedih? Seharusnya kamu bahagia kan? bukankah ayahmu ini banyak menyusahkan mu?

M: bagaimanapun ayah adalah orang tua ammad satu – satunya. Sungguh keridhoan Allah berada pada keridhoan kedua orang tua. amad takut, termasuk orang yang celaka

Ayah: (penasaran) siapakah orang celaka itu?

M: yaitu seseorang yang memiliki orang tua tapi tidak masuk surga, padahal melalui orang tuanyalah InsyaAllah keridhoan Allah bisa diperoleh

Ayah: apakah kamu membenci ayah?

M: (tegas) Tidak!

Ayah: mengapa kamu tidak berpikir untuk membalas dendam?

M: (menggelengkan kepala) Astagfirullah, bagaimana mungkin amad membalas dendam sedangkan membalas kebaikan ayah saja amad tidak bisa?

Ayah: (penasaran) kebaikan Apa yang amad maksud?

M: kebaikan yang tersembunyi di dalam sanubari ayah, dengan kebaikan itu ayah masih mau menganggap amad sebagai anak ayah dan menampung amad di rumah ini?

Ayah: (terharu) Hmph, hehe, lihatlah dirimu itu? kamu sudah tumbuh menjadi pemuda dewasa lagi berilmu…apakah ini yang dimaksud dengan buah ilmu agama?

M: WaAllahu A’lam

Ayah: bolehkah ayah bertanya sesuatu?

M: Silahkah?

Ayah: Apakah kau benar – benar mencintai orang tuamu? Termasuk ayahmu ini?

M: (meleleh) tentu saja ayah...

Ayah: uraikanlah?

M: sesungguhnya di dunia ini, tiada siapapun yang lebih aku cintai daripada kedua orang tuaku sendiri dan tiada cinta yang lebih aku harapkan melainkan cinta orang tua kepada anaknya? adapun cinta kepada Allah dan Rosul-Nya di atas segala - galanya.

Ayah: (terpejam menahan haru) Lantas, bagaimana caramu berbhakti kepada kami setelah kami meninggalkan dunia ini?

M: maka aku akan selalu menyertai nama kalian di setiap do’aku, di setiap pagi, siang, sore dan malam hari, dalam keadaan berdiri, duduk dan terbaring, baik dalam kesulitan dan kemudahan hidup, selama – lamanya! dan aku akan sertakan nama kalian dalam setiap niat ibadah dan sodaqahku, mudah – mudahan Allah menjadikan Do’a- do’aku dan amal ibadahku sebagai penerang kuburan kalian, menaungi kalian dari panasnya Padang Mahsyar dan memberatkan timbangan amal kebaikan kalian di sisi Allah sehingga kelak kita bisa bersama – sama kembali pulang ke kampung halaman nenek moyang kita, di surga sana, tentunya bersama almarhumah adikku tersayang…

Ayah: (terharu+tersedu – sedu)
Terimakasih,,,Terimakasih,,,Terimakasih,,, Wahai Ustadz Muhammad.

M: Ayah, tidak ada kewajiban bagimu untuk berterima kasih kepadaku…dan aku ini bukanlah seorang Ustadz melainkan anakmu

Ayah: (terenyuh) Ammad, jika ayah mati, mengembaralah sesuka hatimu! Carilah ilmu sampai keliang lahad!

M: (mengheningkan cipta) InsyaAllah…

Ayah: (Berlinang Air mata+merintih+menatap ke langit - langit) Saksikanlah ya… Allah… bahwa anakku ini adalah anak yang berbhakti kepada kedua orang tuanya!

M: (terharu+memeluk erat ayah+bercucuran air mata)

Ayah: (tersedu - sedu) Ayah bangga menjadi orang tuamu, kelak Ayah dan ibumu akan membanggakan namamu di hadapan Allah sebagai anak yang berbhakti kepada kedua orang tuanya!

***

“ Keesokan harinya, menjelang subuh, beliau pun Wafat, ketika itu, barulah aku sadar bahwa aku adalah anak yang paling beruntung karena terlahir dari orang tua seperti beliau ini, wahai istriku, terkadang rasa cinta itu tidak selalu tersurat, namun tersirat, sebagaimana kedudukan hikmah dalam setiap fase kehidupan. Berkat orang tuaku, Maka jadilah aku ini anak yang tahan banting melalui berbagai macam cobaan kehidupan. Semua itu, tidak akan terjadi sekiranya aku tidak terlahir dari orang tua seperti mereka. Mudah – mudahan Allah menjadikan kuburan mereka Taman diantara taman – taman Surga. Mengangkat derajat mereka kepada derajat orang – orang soleh. Aamiin. Mari kita kirimkan Al – Fatihah untuk orang tua kita…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar