Kamis, 18 April 2013

Suami Otak Kiri dan Suami Otak KANAN - Episode 35


Madrasah Rumah Tangga - Part 6 (Metode Pendidikan)

ISLAM tidak mengajarkan sesama muslim untuk saling berperang, tetapi Sejarah umat Islam memperlihatkan peperangan Saudara dalam memperebutkan kekuasaan. kita membaca dan mendengar bagaimana Ustman bin Affan dan Ali bin Abi thalib; dibunuh. Khulafaur Rasyidin bergeser menjadi Dinasti, menganut sistem 'monarki absolut' (umumnya), dimana para Rajanya adalah garis keturunan dari pendahulu / pendiri kerajaan. seperti yang sudah kita kenal, ada Dinasti Umayyah, Abbasiyyah, dan Turki Usmani. proses peralihan kekuasaan antar dinasti - dinasti tersebut pun dipenuhi dengan darah dan air mata. belum lagi kehidupan sebagian pemimpinnya yang gemerlap. ISLAM tidak mengajarkan kejahatan, namun diantara ummat islam masih banyak yang berbuat jahat. Apa yang terjadi pada sejarah perkembangan Agama Islam, lebih tepatnya adalah sejarah prilaku Ummat Islam.

Namun, kita harus akui bahwa kepemimpinan islam berhasil membangun pemerintahan yang adil dan makmur bagi rakyatnya. seperti banyak diceritakan para sejarahwan bahwasanya pada masa pemerintahn kerajaan2 islam, baik penduduk muslim maupun non muslim, diperlakukan dengan baik dan sejahtera. keadilan dan keamanan mereka dijamin dengan baik.

>> DINASTI UMAYYAH

*SUAMI OTAK KIRI

Wafat dalam keadaan sangat kaya raya, Istri lebih dari satu, Warisan Berlimpah

*SUAMI OTAK KANAN

Khalifah / Pemimpin Islam Umar II "Bin Abdul Aziz" (682 – 720 M)

........Tahun 720 Masehi, Dinasti Umayyah (Kerajaan Islam).........

Menjelang Wafatnya Umar II , berdialog dengan saudaranya Maslamah bin abdul malik:

Umar II: Ketahuilah wahai Maslamah! Bahwa anak-anakku hanyalah satu di antara dua kemungkinan, apakah dia seorang yang shalih dan bertaqwa sehingga Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya dan Dia menjadikan jalan keluar bagi kesulitan mereka. Ataukah dia anak durhaka yang berkubang dengan maksiat, sedangkan sekali-kali saya tidak mau menjadi orang yang membantu mereka dengan harta untuk bermaksiat kepada Allah.

Maslamah: (Merenung)

Umar II: Panggillah anak-anakku kemari!

Maka dipanggillah anak-anak umar II yang berjumlah belasan anak. Begitu melihat mereka, meneteslah air mata beliau seraya berkata, “Aku tinggalkan mereka dalam keadaan miskin tak memiliki apa-apa.” Beliau menangis tanpa bersuara kemudian menoleh ke arah mereka dan berkata:

Umar II: “Wahai anak-anakku, aku telah meninggalkan kepada kalian kebaikan yang banyak. Sesungguhnya ketika kalian melewati seorang muslim atau ahli dzimmah (Non Muslim), mereka melihat bahwa kalian memiliki hak atas mereka. Wahai anak-anakku, sesungguhnya di hadapan kalian terpampang dua pilihan. Apakah kalian hidup berkecukupan namun ayahmu masuk neraka? ataukah kalian dalam keadaan fakir namun ayahmu masuk surga? Saya percaya bahwa kalian lebih memilih jika ayah kalian selamat dari neraka daripada kalian hidup kaya raya.”

Beliau memperhatikan mereka dengan pandangan kasih sayang seraya berkata,

Umar II: “Berdirilah kalian, semoga Allah menjaga kalian, berdirilah kalian, semoga Allah melimpahkan rezeki kepada kalian..”

lalu Maslamah (Saudara Umar II) menoleh kepada beliau dan berkata,

Maslamah: Saya memiliki sesuatu yang lebih baik dari itu wahai amirul mukminin!

Umar: Apakah itu wahai Maslamah?

Maslamah: Saya memiliki 300.000 dinar (mata uang emas)… saya ingin menghadiahkan kepada Anda lalu bagilah untuk anak2 anda, atau sedekahkanlah jika Anda menghendaki.

Umar: Apakah engkau ingin yang lebih baik lagi dari usulmu itu wahai Maslamah?

Maslamah: Apakah itu wahai Amirul mukminin?

Umar: Engkau kembalikan dari siapa barang tersebut diambil, karena kamu tidak memiliki hak atas barang tersebut.

Maslamah: (Berlinang Air mata) Semoga Allah merahmati Anda wahai Amirul Mukminin tatkala hidup ataupun sesudah meninggal… sungguh Anda melunakkan hati yang keras di antara kami, mengingatkan yang lupa di antara kami, Anda akan senantiasa menjadi peringatan bagi kami.

Sejak peristiwa itu, orang-orang mengikuti berita tentang anak-anak Umar sepeninggal beliau. Maka mereka melihat tak seorang pun di antara mereka yang hidup miskin dan meminta-minta. Sungguh benar firman Allah Ta’ala:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa: 9)

Sumber: Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009 (Artikel www.KisahMuslim.com)

2 komentar:

  1. kunjungi juga blog saya
    http://yanaiqbalmaulana.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah yana,,,bantuin kita juga memperluas jaringan blog ya?

      Hapus